Senin

Aziz : Mensyukuri Diri Sendiri

Tujuh belas tahun sudah dunia kejam dijalani Aziz. Tinggal bersama neneknya yang terus merawatnya. Satu cita-cita yang tak muluk-muluk adalah cukup menjadi orang yang sukses. Tetapi jalannya tak mudah. Karena sejak umur tujuh tahun kedua orang tuanya sudah tiada. Ibunya meninggal karena sakit keras dan ayahnya terkena penyakit pencernaan akut yang juga kemudian merenggut nyawa. Betapa raut mukanya amat lesu. Neneknya harus bekerja keras karena harus menghidupi dua saudara Aziz yang lain. Sehingga beban ekonomi tentu sungguh berat, belum lagi usaha neneknya sedang morat-marit. Sekolah menjadi tempat yang amat disukainya. Beruntung ia dapat melanjutkan sekolah sampai SMA berkat usaha bantu-bantu neneknya berdagang.

“Kini aku hanya ingin memperbaiki nasibku,” kata Aziz.
Satu kata yang cukup menyentuh penulis. Mengingat ia hanya seorang kuli. Memang jika ditilik dari prestasi sekolah yang diraihnya tidak begitu mengecewakan. Ia langganan rangking kelas. Tetapi kini hanya menjadi seorang pekerja kasar. Masa lalu di sekolahnya tidak sebanding dengan realitas masa depan. Kehidupan memang tak pernah linier. Segala kejayaan atau kesuksesan yang didapat pada hari ini akan hilang begitu saja. Lebih mirip suatu kurva fluktuasi yang selalu naik turun. Tidak akan tahu apa yang terjadi esok hari. Tentu kita akan sangat merasa sebagai orang yang merugi bila kesenangan yang ada hilang sekejap saja dalam satu kedipan mata.

“Tapi aku bersyukur bisa mendapatkan rezeki dengan jalan halal, meskipun sedikit yang paling penting berkah,” pengakuan Aziz dalam suatu kesempatan pembicaraan sembari mencuci mobil majikannya.

Pria lajang ini tak pernah meninggalkan sholat dan selalu beramal. Karena ibadah dianggapnya sebagai suatu kebutuhan. Beramal? Tentu bukan hal baru bagi kita. Tetapi saat kita tengok upah bulanannya yang di bawah Upah Minimum Regional (UMR) menjadikan saya cukup terkejut. Karena menjadi rahasia umum bilamana banyak orang kaya yang “pelit” untuk bertsedekah. Ketika ditanya tentang hal itu ia hanya menjawab, kebahagiaan bukan milik kita saja dan aku hanya ingin berbagi saja dengan mereka yang tidak mampu.

Betapa mulianya kuli yang giat ini dalam kesehariannya jika dibandingkan dengan mereka yang lebih mampu dan lebih beruntung nasibnya dibanding Aziz. Banyak dari orang yang lebih mampu tidak pernah bersyukur. Tidak pernah menunaikan kewajiban untuk sholat apalagi membayarkan zakatnya.

Keberuntungan bukan sebagai alasan untuk melupakan Tuhan Semesta Alam yang tidak pernah melupakan hamba-Nya yang mau mengingatnya. Bergaji kecil tak membuatnya patah arang untuk tetap menuntut ilmu. Lihat saja kamarnya yang dipenuhi buku-buku ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil menyisihkan sebagian koceknya. Mungkin jumlah bukunya mengalahkan koleksi mahasiswa mana saja. Ia tetap berpegang bahwa mencari ilmu adalah wajib bagi. Dengan kata lain ia aplikasikan perintah agama yang dianutnya tentang kewajiban membaca. Salah satu cara mencari ilmu adalah membaca. Harian dan koleksi bukunya digunakan untuk menambah ilmu dan pengetahuannya.
Bukan suatu hal yang melebih-lebihkan tetapi ini hanya sekedar kenyataan bahwa Aziz yang kurang beruntung daripada orang lainnya dimana dalam segala kekurangannya sebagai yatim piatu sekaligus orang yang kurang mampu dapat tetap mengamalkan segala perintah agamanya. Seperti yang telah dituliskan bahwa Sang Kuli selalu bersemangat untuk beribadah dan menuntut ilmu. Dua hal yang belum tentu dilakukan oleh orang yang mempunyai kesempatan lebih luas. Semisal orang yang mampu dan masih mempunyai dua orang tua yang selalu memberikan kasih sayangnya.

Pagi di cuaca dingin itu adalah berlangsungnya Final Liga Champion 2007. Tentunya sangat membahagiakan karena finalis yang berlaga adalah favorit Aziz. Sembari merayakan kemenangan AC Milan 2-1 atas Liverpool ia senang bisa menonton acara live tersebut karena pada kesempatan yang sama ada beberapa orang yang tidak dapat menyaksikan siaran langsung itu lantaran lebih memikirkan perut kosong mereka yang seharian tidak dapat terisi karena tidak berpenghasilan. Memang cara bersyukur paling efektif adalah dengan melihat ke bawah, bukan melihat ke atas yang justru akan membuat kita terlena. Sebagai orang miskin harus bersyukur dengan melihat orang lain yang tidak mempunyai rumah untuk berlindung. Sedang bagi tunawisma atau orang terlantar bersyukur karena mereka masih berkesempatan menghirup segarnya udara dunia karena ada beberapa rekan mereka yang telah dipanggil lebih dulu oleh sang Khaliq. Berterima kasih atas apa yang didapat akan membuat kita selalu merasa berkecukupan. Karena nafsu harus kita kendalikan, bukan justru nafsu yang mengendalikan kita. Andai sampai pada level seperti itu kita tak ubahnya binatang yang terus memperturutkan hawa nafsu.

Bersyukur banyak caranya. Semisal di saat kita mempunyai sepeda motor untuk dipinjamkan kepada orang lain yang membutuhkannya untuk kebaikan.. Itu adalah bentuk bersyukur kita yang mempunyai sepeda motor. Karma akan datang setelahnya, barang siapa memudahkan urusan orang lain maka dia akan dimudahkan tuhannya.(anom-original)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger